Kisah Relawan: Aksesibilitas dan Inklusivitas

Berita & Publikasion Maret 12, 2021

Ramadhany Rahmi atau biasa dipanggil Kak Mada adalah seorang Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang sering terlibat sebagai relawan dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh RedR Indonesia. JBI memiliki peran yang sangat penting bagi penyandang disabilitas pendengaran. Penyandang disabilitas pendengaran memiliki hak yang sama dengan penyandang disabilitas lainnya dan dengan orang normal. Namun, selama ini yang sering menjadi kendala adalah masalah komunikasi. Oleh karena itu, JBI sangat membantu mereka dalam memproses komunikasi dan informasi melalui penerjemahan bahasa isyarat.

Kak Mada sendiri sudah mempelajari bahasa isyarat sejak tahun 2013. Awal ketertarikannya terhadap JBI dikarenakan bergabung menjadi relawan di komunitas tuli dan karena interaksinya dengan teman-teman disabilitas akhirnya Kak Mada mempelajari bahasa isyarat secara serius. Kak Mada menyampaikan bahwa aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sangat penting karena memudahkan teman-teman disabilitas untuk mandiri, dapat terlibat dalam berbagai kesempatan, dan tidak terdiskriminasi.

“Inklusi berarti melibatkan semua pihak, tidak ada yang tereksklusi atau termarjinalkan” sebut Kak Mada

WHO menyebutkan sejumlah 15,6% penduduk dunia adalah penyandang disabilitas. Sebanyak 82% penyandang disabilitas berada di negara-negara berkembang serta kerapkali menghadapi hambatan sosial, ekonomi, dan budaya yang membatasi akses mereka terhadap partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat. Hal tersebut termasuk pada pembangunan ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan kesehatan. Bahkan, perempuan dan anak-anak penyandang disabilitas memiliki kemungkinan 4 sampai 10 kali mengalami kekerasan berbasis gender daripada mereka yang bukan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas termasuk dalam kelompok rentan saat bencana terjadi.

Inklusi disabilitas berarti mengikutsertakan penyandang disabilitas dalam berbagai kesempatan agar mereka mempunyai peran yang sama dengan bukan penyandang disabilitas dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, serta dalam manajemen bencana. Inklusi adalah istilah yang digunakan oleh penyandang disabilitas dan para pegiat hak-hak penyandang disabilitas yang menegaskan bahwa setiap orang harus secara bebas, terbuka, dan tanpa rasa kasihan memberikan kemudahan atau akomodasi kepada penyandang disabilitas, perlakuan yang sama, tanpa penolakan dan atau hambatan apapun dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Konsep inklusi berorientasi pada isu aksesibilitas fisik, seperti kemudahan pada struktur bangunan dan penghilangan hambatan untuk memudahkan gerak penyandang disabilitas, namun bagian terbesar dan terluas dari tujuan inklusi adalah mentransformasikan secara kultural. Transformasi secara kultural yang mengakhiri marginalisasi fisik dengan gagasan bahwa tubuh yang berbeda adalah tidak mampu mengelola atau memberdayakan diri sendiri. Karena pada dasarnya, stigma masyarakatlah yang selama ini menghambat penyandang disabilitas dalam mengaktualisasikan dirinya.

Baca juga:  Isu Disabilitas Perlu Masuk di Tahap Strategis Penanggulangan Darurat Bencana

Kak Mada, relawan JBI juga berpendapat bahwa aksesibilitas untuk teman-teman disabilitas bisa membantu mereka untuk mandiri, terlibat, tidak terdiskriminasi, dan memberikan kemudahan. Saat ini stigma yang terbentuk adalah disabilitas masih dilihat karena ketidakmampuannya sehingga mereka tereksklusi. Padahal bisa jadi mereka tereksklusi atau termarjinalkan karena tidak diberi ruang dan kesempatan.

“Inklusivitas dapat terwujud dengan mulai membuka diri untuk melibatkan teman-teman disabilitas dan memberikan mereka kesempatan untuk terlibat” tambah Kak Mada.

Peningkatan kapasitas bagi aktor kemanusiaan penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan kapasitas mengenai pentingnya pengarusutamaan inklusi disabilitas, gender, dan lanjut usia dalam respon kemanusiaan yang dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut, Humanity & Inclusion (HI), RedR Indonesia, YEU, dan anggota Sub-Klaster LDR lainnya akan berkolaborasi dalam rangkaian kegiatan peningkatan kapasitas teknis untuk memastikan respon kemanusiaan yang inklusif.

Rangkaian kegiatan tersebut dibagi menjadi beberapa sesi sepanjang bulan Maret 2021, seperti rapid need assessment yang inklusif, WASH yang inklusif dalam situasi darurat, tempat pengungsian yang inklusif, dan Jitupasna yang inklusif. Dalam pelaksanaannya, HI, RedR Indonesia, dan YEU akan berkolaborasi bersama dengan expertise teknis dari organisasi lainnya, baik dari dalam maupun antar klaster.

Informasi lebih lanjut kunjungi redr.or.id/events