(Melbourne) – RedR Indonesia terlibat sebagai observer dalam kegiatan Essentials of Humanitarian Practice (EHP) dan Hostile Environment Awareness Training (HEAT) di RedR Australia pada tanggal 26 April hingga 7 Mei 2022. Koordinator Program RedR Indonesia, Wiwit Prasetyono ikut serta dalam serangkaian kegiatan kelas dan simulasi.
Pelatihan EHP memaparkan semua yang perlu diketahui tentang bekerja dalam sistem kemanusiaan modern dan apa yang diperlukan untuk merespons krisis kemanusiaan internasional yang melibatkan respons global, sedangkan pelatihan HEAT mempersiapkan individu bekerja di zona krisis atau berbagai situasi yang tidak bersahabat. Pada dasarnya, EHP dan HEAT Training merupakan pelatihan utama dalam jejaring Federasi RedR Internasional. RedR Indonesia terus berupaya untuk secara bertahap membangun pelatihan tersebut demi mendukung respon tanggap darurat.
Pekerja kemanusiaan semakin dihadapkan pada lingkungan yang menantang, tidak aman, termasuk tidak adanya ketidakstabilan politik, dan konflik bersenjata. Sangat penting agar para aktor kemanusiaan siap menghadapi setiap bahaya yang mungkin mereka hadapi. Demikian merupakan latar belakang diperlukannya pelatihan EHP & HEAT yang diselenggarakan RedR Indonesia.
Rangkaian pelatihan tersebut dimulai dengan mempelajari kompleksitas sistem bantuan kemanusiaan internasional dan kerangka hukum terkait bantuan kemanusiaan. Pelatihan memperkenalkan peserta dengan karakteristik bencana alam, keadaan darurat akibat konflik, dan persyaratan untuk melakukan respon kemanusiaan yang efektif, dengan menyoroti beberapa dilema yang dihadapi oleh para pekerja kemanusiaan. Pelatihan diselenggarakan di kelas dan dengan simulasi yang ketat sehingga meningkatkan pengetahuan peserta tentang keamanan pribadi agar mereka siap menghadapi situasi yang sulit.
Selama pelatihan, peserta belajar bagaimana agar tetap aman saat berhadapan dengan konflik dan krisis. Termasuk mengenali berbagai badan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menanggapi bencana dan peran yang dimainkan masing-masing dalam berbagai sektor.
Pelatihan juga membahas bagaimana organisasi non-pemerintah internasional bekerja dengan lembaga-lembaga lain dengan saling berbagi informasi dan data, untuk menghindari duplikasi dan memastikan bantuan kemanusiaan menjangkau mereka yang membutuhkannya tanpa menyebabkan masalah lanjutan. Para peserta juga bereksplorasi dalam membentuk keterampilan tim yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif di lapangan.

Kedua pelatihan tersebut diakui secara internasional untuk mempersiapkan aktor kemanusiaan berhadapan dengan berbagai skenario yang akan dihadapai. Sejak hari pertama pelatihan, kedatangan peserta sudah masuk dalam skenario. Registrasi peserta dilakukan dengan cara melapor kepada petugas jaga di tenda UNHCR. Semua barang diperiksa, terdapat pengambilan foto peserta, dan pemberian radio (HT) karena dianggap akan menjadi tim respon bencana selama pelatihan.

Setelah melewati pos pemeriksaan, peserta digiring memasuki ruangan utama yang sudah dirancang seperti Operation Center (OC). Setelah studi kasus umum, peserta dibagi ke dalam kelompok kecil untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan studi kasus yang lebih rinci. Pembahasan sesi ini mempertimbangkan risiko, alternatif strategi, sumber daya, informasi, dll yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Seperti yang kita tahu, dalam situasi darurat pengambilan keputusan yang tepat tidaklah mudah. Para aktor kemanusiaan perlu mempelajari kompleksitas dan standar sistem bantuan kemanusiaan internasional agar respon yang dilakukan tepat, bermartabat, memperhatikan kelompok rentan, dan tidak menimbulkan bahaya lainnya.
RedR Indonesia terus memperkuat kapasitas respon kemanusiaan melalui kegiatan pelatihan. Beberapa program pelatihan yang berhasil dikelola RedR Indonesia antara lain: Lokakarya Virtual: Inti Kerja Kemanusiaan untuk Desk Relawan yang didukung oleh SIAP SIAGA, program pelatihan Locally Led Disaster Preparedness & Protection (LLDPP) yang didukung oleh ECHO, Localization Program on Sinergy Project didanai oleh BHA, Pelatihan Inti Kemanusiaan untuk TAGANA didukung oleh UNICEF, dan pelatihan khusus yang diminta oleh beberapa organisasi, seperti Save the Children dan Mercy Corps Indonesia.